potret politik stigma yang dimainkan di Papua


Katanya negara Indonesi negara hukum. Katanya Negara Indonesia Negara demokrasi. Katanya Negara Indonesia bercita-cita menegakkan HAM. Katanya Negara Indonesia mau mencerdaskan bangsa.

Dan banyak ‘katanya', saya sendiri tidak tahu, karena ternyata itu semua bukan untuk orang Papua. Bahkan, pada suatu titik saya malah bertanya "Adakah kehidupan untuk orang Papua di Negara Oligarki ini?" Hukum di negara ini telah dikebiri atas dasar kompromi kepentingan setiap pihak yang melibatkan penguasa dan kapitalis. Tidak ada hukum bagi Orang Papua, tidak ada demokrasi bagi orang Papua, tidak ada HAM bagi orang Papua, tidak ada pendidikan bagi orang Papua.

Yang ada adalah stigma separatis bagi orang Papua di negeri ini. Bukankah justru Jakarta yang selalu mempermainkan Papua itulah yang sebenarnya separatis. Tanya kenapa? Saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa perlakuan situasi masyarakat Papua saat ini adalah tantangan kemanusiaan kita, bukan saja dalam lingkup Indonesia, melainkan juga dunia. Sampai sekarang, secara tidak sadar, kita terseret pada potret politik stigma yang dimainkan di Papua.

Papua hanya dilihat dengan mata curiga, atau lebih keras lagi, dilakukan dengan cara demonisasi cap dan tekanan psiko-sosial yang berulang-ulang. Begitu sistematisnya demonisasi ini sampai-sampai tidak sedikit orang yang menganggap adalah lumrah melakukan kekerasan terhadap masyarakat Papua: karena mereka "separatis" karena mereka ras melanesia.bukan ras melayu

0 Komentar di "potret politik stigma yang dimainkan di Papua"