Dari Sana Kita Mulai


Pada prinsipnya kita belum pernah, dan tidak dapat, menolak teror. Teror adalah suatu bentuk aksi militer yang bisa jadi cocok sekali, dan bahkan sangat dibutuhkan, pada suatu saat tertentu di dalam pertempuran, dalam keadaan tertentu pasukan tempur serta kondisi-kondisi tertentu. Namun titik pentingnya adalah bahwa saat ini teror sama sekali tidak sedang diusulkan sebagai suatu operasi tentara yang aktif di lapangan, yang erat kaitannya dengan keseluruhan sistim perjuangan, tapi sebagai bentuk independen dari serangan tersendiri yang tidak terkait dengan tentara manapun. Tanpa suatu badan sentral, dan selama organisasi-organisasi revolusioner lokal masih lemah, teror tidak bisa menjadi lebih dari itu. Makanya kita menyatakan secara tegas bahwa dalam situasi sekarang ini, alat perjuangan semacam itu tidak pada tempatnya dan tidak cocok: itu mengalihkan perhatian para pejuang yang paling aktif dari tugas-tugas mereka yang sebenarnya, yang dari sudut pandang perjuangan keseluruhan adalah paling penting; dan akan memporakporandakan bukan kekuatan pemerintah melainkan kekuatan revolusioner. Kita hanya perlu mengingat tentang kejadian-kejadian belakangan ini. Dengan mata kepala sendiri kita melihat massa buruh dan "rakyat kebanyakan" terdorong maju dalam kancah perjuangan, sementara kaum revolusioner kekurangan staf-staf pemimpin dan organisator. Dalam situasi demikian, bukankah kita menghadapi bahaya bahwa, bila kaum revolusioner yang paling berenerji malah beralih ke terorisme, bahwa satuan-satuan penyerang, tempat satu-satunya kemungkinan untuk bersandar, diperlemah sebagai akibatnya? Bukankah kita menanggung risiko memutuskan jalinan kontak antara organisasi revolusioner dengan massa yang tersebar luas, yang sedang mengalami ketidakpuasan, sedang menuntut, sudah siap untuk berjuang, tapi lemah karena mereka kini tercerai berai? Padahal kontak tersebut satu-satunya jaminan bagi keberhasilan kita. Kita sama sekali tidak mengingkari pentingnya aksi heroik individual, tapi adalah wajib kita untuk memberikan peringatan keras agar jangan tergila-gila pada teror, menentangnya agar jangan sampai hal itu dijadikan alat perjuangan utama dan mendasar –– yang sekarang justru begitu banyak orang cenderung melakukannya. Teror tidak pernah menjadi operasi reguler militer; paling-paling dapat dipakai sebagai satu dari berbagai metode yang dipergunakan dalam suatu serangan yang menentukan. Akan tetapi dapatkah kita, sekarang ini, mengusulkan ajakan untuk mengadakan serangan yang menentukan seperti itu? Rabocheye Dyelo, nampaknya, berpendapat demikian. Paling tidak ia menyerukan: "Bentuklah barisan penyerang!" Tapi sekali lagi, seruan ini lebih mencerminkan emosi daripada akal sehat. Badan utama kekuatan militer kita terdiri dari para sukarelawan dan pemberontak. Kita hanya memiliki sedikit unit-unit kecil pasukan tempur reguler, yang bahkan belum termobilisasi; tidak terjalin erat satu dengan lainnya, dan juga belum terlatih untuk membentuk barisan tentara macam apapun, apalagi membentuk jajaran tempur. Mengingat semua ini, haruslah jelas bagi siapapun yang mampu memahami kondisi-kondisi umum perjuangan kita, dan yang mengingat kondisi-kondisi tersebut pada setiap "pembelokan" dalam perkembangan kejadian historis, bahwa semboyan kita sekarang ini belum bisa "maju dan menyerang, "akan tetapi harus "mengepung benteng musuh."Dengan kata lain: tugas utama partai kita bukan mengerahkan seluruh kekuatan yang ada untuk menyerang sekarang juga, akan tetapi mengajak membangun sebuah organisasi revolusioner yang mampu menyatukan seluruh kekuatan dan mengarahkan pergerakan dalam praktek yang sebenarnya, bukan hanya sekedar nama. Yaitu, sebuah organisasi yang siap setiap saat untuk mendukung setiap protes dan kebangkitan, serta menggunakannya untuk membangun dan mengkonsolidasikan kekuatan tempur yang dibutuhkan bagi perjuangan yang menentukan.

Pelajaran yang dapat diambil dari kejadian-kejadian bulan Februari dan Maret [6] begitu mengesankan, sehingga agak kecil kemungkinannya sebuah ketidaksetujuan yang bersifat prinsip dengan kesimpulan tersebut. Namun apa yang kita butuhkan sekarang bukanlah suatu solusi masalah prinsipil, melainkan solusi yang praktikal. Kita harus jelas bukan hanya akan sifat dasar organisasi yang dibutuhkan serta tujuan tepat organisasi itu, tetapi harus mengelaborasi sebuah perencanaan pasti bagi sebuah organisasi, sehingga pembentukan organisasi itu dapat dikerjakan dari segala aspek. Mengingat masalah ini sangat mendesak, maka kami, pada bagian kami, akan mengajukan pada kamerad sekalian suatu rencana garis besar, yang akan dikembangkan secara rinci dan sangat teliti dalam sebuah pamflet yang sekarang sedang disiapkan pencetakannya.[7]





0 Komentar di "Dari Sana Kita Mulai"